Perhiasan Murah : Salah satu koleksi jualan teman saya. Credit Photo : Azka Pearl |
1. Menjual produk dengan harga murah, lalu dibilang menipu. Bahan dari produknya dibilang kualitas rendah, dsb.
2. Menjual produk dengan harga mahal, dibilang terlalu banyak ambil margin. Akhirnya dikenal dengan toko paling mahal se Indonesia (okay, yang terakhir agak lebay, hahaha...)
Padahal, murah dan mahal itu relatif. Padahal juga, siapa tahu si penjual bukan hanya melihat sisi untung rugi, tapi memperhitungkan akan dikemanakan omzet/hasil penjualan kotor yang didapatnya tersebut.
Pada salah satu komunitas bisnis online shop yang pernah saya ikuti, banyak sekali saya temukan cerita-cerita unik para seller, khususnya yang berhubungan dengan margin dari harga produk yang dijualnya. Yang satu pernah cerita, produk yang dia jual sengaja disamakan dengan toko online sebelah supaya harga pasar terlihat sama. Padahal, dia ambil untung cuma sekitar IDR 20.000-IDR 25.000 . Itu belum dipotong untuk ongkos ini itu. Dan bisa-bisa, hanya IDR 2.000 saja yang masuk ke kasnya.
Ada juga yang menjual dengan harga murah supaya produk-produk yang dijualnya cepat laris dan bisa memutar ulang modalnya. Padahal, untung yang didapat juga tidak seberapa.
Kenapa saya jadi membahas tentang ini? Sebab, beberapa minggu belakangan ini, saya dan salah seorang teman sesama penjual mutiara saling bercerita tentang produk yang kami jual.
Beberapa hari ini, teman saya mencoba memasarkan produk perhiasan baru dengan harga murah. Murah dalam arti bahwa harga yang kami pasarkan 4-5 kali harganya di bawah produk yang selama ini kami jual. Kualitas bahan sama seperti yang kami jual.
Giwang Rhodium : Laris karena murah. Teman saya menjual produk cantik ini. Credit Photo : Azka Pearl |
Begitupun saya. Kami, sama-sama mencoba memasarkan produk murah, tapi masih tetap bisa membuat customer terlihat bergaya. Stok dan model baru tentunya, bukan dead stock products.
Ekspetasi kita, mudah-mudahan produk yang kami jual segera laris manis. Laba bersih yang kami ambil juga sudah cukup sesuai hitungan bisnis kami masing-masing. Karena bagi kami berdua, bisnis bukan hanya soal untung rugi. Tapi ada nilai ibadah di sana (saya jadi teringat dengan kisah penjual bakso yang pernah saya share artikelnya di google+ saya -- meski bukan saya penulisnya hehe : https://plus.google.com/u/0/+SelVale22/posts/6VBJ52uUuT3 )
Tanpa disangka, ada reseller maupun customer baru yang menganggap teman saya penipu. Karena yang mereka tahu, produk dengan bahan rangka kualitas bagus yang biasa dijual tersebut, termasuk bahan logam mahal. Iya, mahal. Memang bahan bakunya mahal. Malah lebih mahal dari harga emas batangan. Jadi, kalau pun kita menjual sesuai kalkulasi bisnis, pasti akan memperhitungkan banyak biaya yang akan dikeluarkan dalam membuat produk-produk perhiasan cantik ini.
Tapi sekali lagi, kami sudah memperhitungkan kalkulasi bisnisnya. InsyaAllah kualitas sama dengan yang biasa Anda beli. Kami juga menjualnya hanya di season-season tertentu. Tidak bisa setiap hari. Kalau setiap hari ya bisa bangkrut juga hihihi...
Batu-batuan : Meski hanya batu-batuan biasa, namun harga yang masuk di kocek, lumayanlah untuk teman bersosialita. Credit Photo : Azka Pearl |
Okay, saya ambil contoh kasus jualan bakso (lagi) deh ya (haduh, pak tukang bakso maaf ya, dirimu selalu teringat di benakku hihihi..). Ketika Anda membeli bakso di warung-warung pinggiran jalan atau di penjual yang biasa lewat di depan rumah, dan harga bakso seporsi Rp 10.000 , lalu keesokan harinya Anda dan keluarga membeli bakso juga di sebuah mall keren dengan harga Rp 35.000 1 porsi. Padahal sama-sama bakso. Apakah Anda langsung memberi cap kepada tukang bakso keliling tersebut sebagai seorang penipu karena dia menjualnya murah? Atau sebaliknya, justru akan Anda bilang : ah, wajar di mall. Kan kita makan di sini juga bayar suasana dan tempatnya.
Tapi toh dua-duanya tetap Anda nikmati, meski kadang rasa bakso di mall belum tentu seenak bakso di penjual keliling dekat rumah, atau sebaliknya, harga bakso di mall jauh lebih enak dibanding dengan si abang yang berkeliling. Karena terkadang, segala sesuatu bukan soal kenikmatan yang tampak di depan mata atau yang dirasakan oleh panca indera Anda, tapi mengenai rasa yang ada di bathin **eeaaa...apa sih..??
Intinya, mungkin memang kita masih berpegang pada motto 'harga nggak pernah bohong' . Mungkin juga saya sebagai seorang customer juga berpikir sama seperti itu. Tetapi, kembali lagi, jika Anda sudah langganan berbelanja di online atau offline shop tersebut dan Anda merasa cocok dengannya, dan Anda percaya dengan kejujuran si penjualnya, selanjutnya serahkan semua pada Allah.
Saya dan teman saya hanya simpel saja berpikirnya : bisnis itu juga sebagian dari ibadah. Nabi kami, Muhammad SAW juga berbisnis ketika masih mudanya. Ia dikenal sebagai Al Amin karena kejujuranya. Itulah yang ingin kami contoh secara terus menerus, meski kami sadar, kami ini manusia biasa yang juga banyak salahnya.